Kamis, 19 Maret 2015

Laporan Praktikum Dasar Teknologi Hasil Ternak



Laporan Praktikum Dasar Teknologi Hasil Ternak
"Pembuatan Bakso"


Oleh :

KELOMPOK VIII

                            NAMA                : MANTO                        
                            STAMBUK         : L1A1 13 148
                                               Kelas              : C




FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014





I. PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Daging merupakan salah satu bahan pangan hewani yang dibutuhkan bagi kelangsungan hidup manusia karena kaya akan protein dan asam amino lengkap yang diperlukan oleh tubuh. Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Organ-organ misalnya hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limpa, pankreas, dan jaringan otot termasuk dalam definisi ini (Soeparno, 2005)
Bakso merupakan salah satu produk olahan yng sangat populer. Banyak orang yang menyukainya dari anak-anak sampai dewasa. Bakso tidak hanya dalam sajian bakso atau mie ayam saja, akan tetapi bakso juga dapat disajikan sebagai bahan campuran dalam beragam masakan lainnya, misalnya dalam nasi goreng, mie goreng dan aneka masakan gorengan lainnya.
Bakso merupakan produk olahan daging dimana daaging tersebut telah diolah terlebih dahulu dan di campur oleh bumbu-bumbu dan kemudian dibuat seperti bola-bola kecil dan di rebus dalam air mendidih. Secara tekbnis, pengolahan bakso sangat mudah dan dilakukan oleh siapa saja. Bila ditinjau dari kecukupan gizi masyarakat, bakso dapat digunakan sebagai sarana yang tepat kerna bernilai gizi tinggi dan disukai oleh semua lapisan masyarakat (Widyaningsih dan wartini, 2006)
Bahan lain yang dibutuhkan dalam pembuatan bakso antara lain tapiokauntuk menghasilkan bakso yang bernilai cita rasa tinggi jumlah tepung yang digunakan paling banyak 15 % dari berat daging.  Idealnya, tepung tapioka yang ditambahkan sebanyak 10 % dari berat daging memnag sering dijumpai terutama yang dijajahkan di jalanan. Bakso yang tentunya mencapai 30%-40% dari berat dagng. Bakso seperti ini diduga rasa dan mutunya kurang bagus (Wibowo, 2006)
Meskipun bakso sangat bermasyarakat akan tetapi pengetahuan tentang bakso itu sendiri masih sangat kurang. Dengan demikian, sangat penting kiranya untuk kita melakukan praktikum Pembuatan  bakso.

B.       Tujuan dan manfaat
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan dan pengolahan produk olahan daging dalam bentuk bakso.
















II. TINJAUAN PUSTAKA
A.      Daging
Daging ialah bagian lunak pada hewan yang terbungkus kulit dan melekat pada tulangyang menjadi bahan makanan. Daging tersusun sebagian besar dari jaringan otot, ditambah dengan lemak yang melekat padanya, urat, serta tulang rawan. Daging sapi adalah daging yang diperoleh dari sapi yang biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan (Wikipedia, 2013).
Daging adalah salah satu dari produk pangan yang mudah rusak disebabkan daging kaya zat yang mengandung nitrogen, mineral, karbohidrat, dan kadar air yang tinggi serta pH yang dibutuhkan mikroorganisme perusak dan pembusuk untuk pertumbuhannya (komariah, 2004). Organ-organ misalnya hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limpa, pancreas, dan jaringan otot termasuk dalam definisi ini (Soeparno, 2005).
Daging merupakan semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Daging dapat diolah dengan caradimasak, digoreng, dipanggang, disate, diasap, atau diolah menjadi produk lain yang menarik, antara lain daging korned, sosis, dendeng dan abon (Soeparno, 2005).
Banyak hal yang dapat mempengaruhi kualitas daging baik ketika pemeliharaan ataupun ketika pengolahan. Faktor yang dapat mempengaruhi penampilan daging selama proses sebelum pemotongan adalah perlakuan transportasi dan istirahat yang dapat menentukan tingkat cekaman (stress) pada ternak yang pada akhirnya akan menentukan kualitas daging yang dihasilkan (Sayuti, 2006).
Daging menurut SNI-01-3947-1995 adalah urat daging yang melekat pada kerangka kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari hewan sehat pada saat dipotong (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Daging didefinisikan sebagai daging mentah atau flesh dari hewan yang digunakan sebagai makanan. Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa daging merupakan bagan pangan yang mudah rusak oleh mikroorganisme karena ketersediaan gizi di dalamnya yang sangat mendukung untuk pertumbuhan mikroorganisme, terutama mikroba perusak.
Menurut Elveira (1988), daging sapi yang biasa digunakan untuk membuat bakso adalah daging penutup (top side), gandik (silver side), dan lemusir (cube roll). Penggunaan daging gandik menyebabkan bakso mempunyai kadar protein, daya iris (shear WB), kecerahan dan kemerahan tertinggi, serta kadar lemak terendah (Indarmono, 1987).
Daging adalah daging hewan yang digunakan sebagai makanan. Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Otot merupakan komponen utama penyusun daging, otot hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan karena fungsi fisiologisnya telah terhenti. Faktor yang mempengaruhi kondisi ternak sebelum pemotongan akan mempengaruhi tingkat konversi otot menjadi daging dan juga kualitas daging yang dihasilkan (Anonim, 2010).
Daging tersusun dari jaringan ikat, epitelial, jaringan-jaringan saraf, pembuluh darah dan lemak. Jumlah jaringan ikat berbeda diantara otot, jaringan ikat berhubungan dengan kealotan daging. Otot skeletal merupakan sumber utama jaringan otot daging. Otot skeletal mengandung sekitar 75 % air dengan kisaran 68-80%, protein sekitar 19%, substansi-substansi non protein yang larut 3.5 % serta lemak sekitar 2.5 % (Anonim, 2010).

B.       Bakso
Bakso adalah produk daging yang banyak dikonsumsi dan sangat populer di kalangan masyarakat. Menurut Standar Nasional Indonesia (1995) dalam Astiti (2008), bakso daging adalah produk makanan yang berbentuk bulat atau lainnya yang diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati (serealia) dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain, serta bahan makanan yang diijinkan. Kualitas bakso sangat ditentukan oleh kualitas bahan mentahnya terutama jenis dan mutu daging, macam tepung yang digunakan serta perbandingannya di dalam adonan (Astiti, 2008).
Bakso adalah salah satu makanan olahan yang berasal dari daging. ada beberapa bumbu yanga biasa dimasukkan kedalam adonan bakso agar rasa bakso lebih enak diantaranya adalah bawang putih. Selain untuk menambah kelezatan bakso biasanya pembuat bakso juga menambahkan zat kimia untuk mengawetkan dan memperindah bakso. Menurut Tarwiyal (2001) bakso yang bermutu bagus dapat dibuat tanpa penambahan bahan kimia apapun. Tapi pada kenyataanya banyak pembuat bakso yang menambahkan zat kimia pada baksonya. Menurut Wibowo (2006) Beberapa pedagang baso sering menggunakanbahan tambahan pada produknya, seperti bahan pemutih, bahan pengawet, boraks,fosfat (STPP), dan tawas.
Tekstur bakso ditentukan oleh kandungan air, kadar lemak, dan jenis karbohidrat. Tekstur yang didapat dari semua bakso ini yaitu agak halus. Hal ini dapat disebabkan pencampuran kacang yang tidak ditumbuk dengan halus pada bakso kacang, kentang yang tidak halus pada bakso kentang dan penambahan ebi serta jamur pada bakso jambi. Kandungan air yang tinggi akan menghasilkan bakso dengan tekstur yang lembek, begitu juga dengan kadar lemak yang tinggi akan menghasilkan bakso dengan tekstur yang berlubang-lubang (Octavianie, 2002). Bahan-bahan bakso terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama bakso adala daging, sedangkan bahan tambahan baks adalah bahan pengisi, garam, es atau air es, bumbu-bumbu seperti lada, serta bahan penyedap   (Sunarlim, 1992).

C.           Bumbu-Bumbu
Bakso adalah campuran homogen daging, tepung pati dan bumbu yang telah mengalami proses ekstrusi dan pemasakan. Cara pembutan bakso tidak sulit. Daging digiling halus dan dicampur dengan tepung dan bumbu didalam alat pencampur khusu sehingga bahan tercampur menjadi bahan pasta yang sangat rata dan halus. Setelah itu, pasta dicetak berbentuk bulat dan direbus sampai matang. Bakso yang bermutu bgus dapat dibuat tanpa penambahan bahan kimia apapun (dept. Bidang pendayagunaan dan pemasyarakatan ilmu pengetahuan dan teknologi,2007)
Bakso daging digolongkan mejadi 3 kelompok yaitu bakso daging, bakso urat dan bakso aci. Penggolongan itu dilakukan berdasarkan perbandingan jumlah daging dan tepung yang digunakan untuk membuat bakso. Bakso daging dibuat dengan dengan menggunakan bahan dasar tepung, pati dan daging dengan jumlah yang lebih besar, bakso aci dibuat degan menggunakan pati dengan jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan daging yang digunakan. Bakso urat dengan mrnggunakan daging dengan kandungan jaringan ikat dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan jumlah pati (Ngudiwaluyo dan suhargito, 2003)




















III. METODE PRAKTIKUM
A.      Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan  pada hari Minggu tanggal 12 Oktober 2014 mulai pukul 13.00 WITA sampai selesai, bertempat di Laboratorium Genetika Ternak Jurusan Peternakan  Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo, Kendari.

B.       Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Alat dan Kegunaan yang digunakan pada praktikum pembuatan bakso.
Alat
Fungsi dan Kegunaan
Pisau
Sebagai alat untuk memotong
Grinder/meat chopper
Untuk menggiling daging.
Sendok
Untuk menyendok adonan.
Timbangan
Untuk meninmbang bahan-bahan.
Panci
Untuk memasak bakso.
Baskom
Untuk menyimpan adonan bakso.
Kompor
Untuk Memanaskan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Bahan dan kegunaan yang digunakan pada praktikum pembuatan bakso.
Bahan
Fungsi dan Kegunaan
Daging segar
Tepung topioka
Garam
Gula
Merica
Pala
MSG
Es batu
Bahan pembuatan bakso  
Campuran bahan pembuatan bakso
Bahan tambahan pembuatan bakso
Bahan tambahan pembuatan bakso
Bahan tambahan pembuatan bakso
Bahan tambahan  pembuatan bakso
Bahan tambahan pembuatan bakso
Bahan tambahan pembuatan bakso


C.      Prosedur Praktikum
1.      Membersihkan daging dari lemak yang menempel, cuci bersih, tiriskan dan timbang.
2.      Mengiris daging dengan ukuran 2 x 2 x 2 cm3 kemudian menggiling.
3.      Menambahkan tepung tapioka 30 – 40 % gula, merica dan pala masing – masing 0,1 – 0,2 % serta es batu 20% terhadap berat daging yang digiling. Tambahkan MSG secukupnya.
4.      Melakukan penggilingan lagi untuk memperoleh emulsi/adonan yang baik   (partikel halus  dan homogen).
5.      Mencetak emulsi/adonan membentuk bulat dengan diameter sekitar 3 cm.
6.      Merebus dalam air bersuhu 70 - 800 C selama sekitar 15 menit, jika bakso sudah mengapung dipermukaan air rebusan berarti sudah matang.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil praktikum pembuatan bakso dan diuji sensorik terbagi menjadi empat kategori yaitu kategori warna, keempukan, tekstur, dan rasa. Adapun perbandingan uji sensorik dari kelompok V, VI, VII dan VIII. Dapat di lihat pada tabel        berikut :                                                                                                                                   Tabel 3. Hasil uji sensorik pembuatan bakso
Kelompok
Warna
Keempukan
Tekstur
Rasa
V
VI
VII
VIII
2
3
3
2
3
3
3
3
2
3
2
2
2
3
2
2
       Sumber: Data Hasil Praktikum Teknologi Hasil Ternak, 2014   

Berdasarkan hasil dari tabel 1. uji sensorik pembuatan bakso antara kelompok V, VI, VII dan VIII, hasilnya tidak terlalu jauh berbeda, hanya saja hasil dari kelompok enam  lebih bagus baik dari segi warna, keempukan, tekstur maupun rasanya, Hal ini terjadi dikarenakan adanya perbedaan pada pemberian bahan dan bumbu yang digunakan, sesuai pendapat Elinda (2007), semua zat makanan yang digoreng akan menyumbangkan zat – zat seperti gula, pati dan protein, zat – zat yang terekstrak dari makanan akan mengalami warna pencoklatan sendiri atau bereaksi dengan minyak yang menyebabkan minyak menjadi gelap.
            Pada uji intensitas sensorik terhadap uji warna menunjukan warna yang berbeda-beda ada warnanya bagus (kecoklatan), dan ada warna yang kurang bagus (coklat keputian). Hal ini terjadi dikarenakan jenis daging yang digunakan ada daging yang msih segar dan daging yang sudah di dinginkan serta ukuran tepung yang di gunakan masing-masing kelompok berbeda-beda ada yang 150 gr, 200 gr, 250 gr dan 300 gr. 
            Pada uji intensitas sensorik terhadap uji keempukan dari keempat kelompok  menunjukan keempukan bakso sama  yaitu bagus. Hal ini terjadi di karenakan  waktu pemasakan yang bagus, menurut  pendapat Syamsir (2011) yang menyatakan bahwa pemasakan dapat meningkatkan atau menurunkan keempukan daging, tergantung pada suhu dan waktu pemasakan.  Sedangkan menurut (Soekarto, 1990), kekenyalan adalah kemampuan produk pangan untuk pecah akibat gaya tekan. Kekenyalan/keempukan terbentuk sewaktu pemasakan, dimana protein akan mengalami denaturasi dan molekul-molekulnya mengembang.
Pada uji intensitas sensorik terhadap uji tekstur hasil bakso dari masing-masing kelompok berbeda-beda, ada yang tekstur yang kasar dan ada yang juga yang tukstur sedikit kasar, hal ini dipengaruhi oleh pemberian ukuran tepung kanji yang berbeda-beda serta penambahan air dan es yang  tidak sama takarannya pada saat penggilingan daging. Hal ini sesuai pendapat Farhan (2008) yang menyatakan bahwa tekstur dan keempukan pada daging bakso dipengaruhi oleh kandungan airnya. Penambahan air pada adonan bakso diberikan dalam bentuk es batu atau air es supaya suhu adonan selama penggilingan tetap rendah.
Pada uji intensitas sensorik terhadap uji rasa menunjukan rasa yang berbeda dari masing-masing kelompok, ada yang rasanya bagus dan ada juga rasa yang kurang bagus, hal ini dikarenakan pemberian bumbu dengan konsentrasi yang berbeda, serta pada saat pencampuran adonan tidak merata. (Cross dan Overby, 1988) menyatakan bahwa bumbu merupakan salah satu faktor yang mendukung keberhasilan pembuatan bakso dan berfungsi memperbaiki atau memodifikasi rasa serta daya simpan produk olahan daging. Penambahan bumbu ini berfungsi untuk meningkatkan nilai cita rasa dan aroma pada bakso.
Pada proses pembuatan bakso yang paling penting adalah proses pencampuran bahan. Untuk pencampuran bahan ini ditambahkan es. Penggunaan es sebanyak 10 – 15% dari berat daging atau bahkan 30% dari berat daging (Palupi, 1986).





V. PENUTUP
A.      Kesimpulan
1.      Bakso adalah salah satu makanan olahan yang berasal dari daging.
2.      Pembuatan bakso pada prinsipnya terdiri dari 4 tahap yaitu penggilingan daging, pembuatan adonan, pencetakan dan pemasakan.

B.       Saran
Sebaiknya dalam melaksanakan praktikum alat dan bahan praktikum diadakan agar praktikan tidak susah mencari alat dan bahan  ketika akan praktikum.
Dalam pembuatan bakso untuk selanjutnya perluh kita memperhatikan bumbu-bumbu pada bakso tersebut , supaya bakso tidak kekurangan dalam cita rasa .
















DAFTAR PUSTAKA
Anonim,  2010. Konsumsi Daging Masyarakat. Jurusan Teknologi Pangandan Gizi   IPB. Bogor.
Astiti, 2008. Pembuatan Daging Bakso. (Online). (http:// Fatimah_Astiti. blogspot.com. Diakses pada  hari Kamis 19 September 2013).
Buckle, K. A., R.  A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Cross, H. R. and A. J. Overby. 1988. Meat Science and Technology In Old Animal Science. Elsevier Publishing Company Inc., New York.
Dewan Standardisasi Nasional, 1995. SNI 01-3818, Bakso Daging. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Elinda, Y. 2007. Produksi Keripik Daging dengan Perlakuan Jenis Tepung yang Digoreng Vakum. Sekolah Pasca Sarjana.
Elveira, G. 1988. Pengaruh pelayuan daging sapi terhadap mutu bakso sapi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Farhan, 2008. Bakso Daging. Jurusan Teknologi Pangandan Gizi IPB. Bogor.
Indarmono, T. P. 1987. Pengaruh lama pelayuan dan jenis daging karkas serta jumlah es yang ditambahkan ke dalam adonan fisikokimia bakso sapi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Komariah, I. I. Arief, & Y. Wiguna. 2004. Kualitas Fisik dan Mikroba Daging Sapi yang Ditambah Jahe (Zingiber officinale Roscoe) pada Konsentrasi dan Lama Penyimpanan yang Berbeda. Media Peternakan. 27(2): 46-54
Octavianie, Y. 2002. Kandungan Gizi dan Palatabilitas bakso Campuran Daging dan Jantung Sapi. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Purnomo, H. 1990. Kajian mutu bakso daging, bakso urat dan bakso aci di Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soekarto, S. T. 1990. Dasar-Dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. IPB Press, Bogor.
Soeparno, 2005. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan Keempat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sunarlin, R. 1992. Karakteristik mutu bakso daging sapid an pengaruh penambahan natrium klorida asam laktat dan natrium tipolofosfat terhadap perbaikan mutu. Disertasi Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Syamsir, E. 2011. Mutu Daging. (Online). (http://elvirasyamsir.staff.ipb.ac.id/ karakteristik-mutu-daging/. Diakses pada hari kamis 19 September 2013).
Wikipedia, 2013. Daging Sapi. (Online). (http://id.wikipedia.org/wiki/Daging_ sapi Diakses Pada Hari Senin 13 Oktober 2014.
Wikipedia, 2013. Daging. (Online). (http://id.wikipedia.org/wiki/Daging Diakses Pada Hari Senin 13 Oktober 2014.
Wibowo, Singgih. 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging . PenebarSwadaya. Jakarta.
Widiyaningsih, T. D dan E. S murtini. 2006. Alternatif pengganti formalin pada produk pangan. Trubus agrisarana. Surabaya.